Selasa, 02 Desember 2008

Saatnya Muhammadiyah ‘Merebut’ Politik Kenegaraan


PDF Cetak E-mail

Ditulis oleh Nurcahyo Ibnu Yahya
Monday, 25 August 2008

Oleh: Muhammad Izzul Muslimin

(Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah)

Catatan Tanwir II 2008 Pemuda Muhammadiyah di Makassar

Bertempat di Hotel Singgasana Makassar, 24-26 Agustus 2008 Pemuda Muhammadiyah menyelenggarakan Tanwir, yang kali ini mengambil tema, “Memimpin dan Berkhidmat untuk Rakyat”. Diangkatnya tema ini bukan tanpa alasan. Ada banyak persoalan yang perlu mendapatkan perhatian semua elemen bangsa, tak terkecuali Pemuda Muhammadiyah. Salah satunya terkait masalah kepemimpinan nasional.

Secara politik diakui, jatuhnya rezim orde baru (Orba) telah membawa perubahan sistem poltik dari otoritarianisme ke arah sistem politik yang lebih demokratis, meski masih bergerak pada tataran yang bersifat prosedural, yang ditandai misalnya dengan berbondong-bondongnya masyarakat untuk memilih pemimpinnya secara langsung. Sementara substansi demokrasi yang memberikan ruang politik kepada seluruh masyarakat tanpa diskriminatif tercampakan secara nadhir.

Nah, untuk memperkuat bangunan sistem politik yang tengah kita bangun, dibutuhkan resourses politik yang kapabel dan mempunyai integritas moral. Salah satunya tentu diharapkan lahir dari lingkup Muhammadiyah melalui elemen-elemen mudanya seperti Pemuda Muhammadiyah.

Kenapa Muhammadiyah?

Untuk tidak menafikan elemen masyarakat lainnya, Muhammadiyah (dan Nahdlatul Ulama) merupakan dua elemen terbesar bangsa ini yang mempunyai andil cukup besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Semua proses politik yang terjadi di Indonesia, Muhammadiyah selalu terlibat di dalamnya, baik sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Muhammadiyah misalnya ikut andil dalam pendirian Partai Islam Indonesia (PII), terlibat pendirian Majlisul Islam A’la Indonesia (MIAI) dan Masyumi, termasuk ketika berubah menjadi partai politik pun Muhammadiyah terlibat di dalamnya.

Ketika sidang-sidang PPKI maupun BPUPKI yang merumuskan dasar negara, Muhammadiyah juga ikut terlibat aktif di dalamnya. Bahkan, ketika tujuh kata dalam Piagam Jakarta berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, Muhammadiyah pun terlibat di dalamnya.

Pasca kemerdekaan Muhammadiyah juga mendudukan wakil-wakilnya di parlemen maupun jabatan publik lainnya. Ketika meletus Peristiwa G 30 S/PKI, Muhammadiyah juga terlibat aktif menumpas PKI, termasuk duduk di dalam Front Pancasila. Ketika rezim Orba berkuasa, Muhammadiyah ikut andil dalam pendirian Parmusi. Selepas menyatakan diri sebagai ormas keagamaan yang netral politik, Muhammadiyah pun juga masih ikut cawe-cawe dalam persoalan politik, termasuk memberikan rekomendasi pendirian PAN. Begitu juga melalui Tanwir Mataram Muhammadiyah mengamanatkan warganya untuk mengkaji secara sungguh-sungguh upaya pendirian partai baru, yang kemudian direspon eksponen Angkatan Muda Muhammadiyah dengan mendirikan PMB.


Kenapa Muhammadiyah melakukan itu semua? Jawabnya, karena kesadaran dan menjadi salah satu prinsip dasar pendirian Muhammadiyah, yaitu mengembangkan dakwah amar makruf nahi munkar di semua ranah kehidupan, termasuk bidang politik. Dengan prinsip dasar ini, tidak heran kalau Muhammadiyah selalu berusaha melibatkan diri, termasuk di bidang politik. Apalagi, Muhammadiyah termasuk komponen bangsa yang mempunyai saham besar bagi kemerdekaan Indonesia, sehingga beralasan bila Muhammadiyah terjun di ranah politik. Justru akan dipandang aneh kalau Muhammadiyah mengambil posisi emoh pada politik, baik dalam pengertian high politics maupun low politics.

Merebut Politik Kenegaraan

Tanwir II kali ini bertema “Memimpin dan Berkhidmat untuk Rakyat”. Tema ini diangkat karena saat ini Bangsa Indonesia sedang menghadapi Pemilu 2009 yang akan memilih para wakil rakyat baik di DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten, dan DPD, kemudian dilanjutkan dengan Pemilihan Presiden. Sebagai bagian dari warga bangsa, Pemuda Muhammadiyah mau tidak mau akan terlibat dalam pesta demokrasi tersebut baik sebagai pemilih, yang dipilih, ataupun juga terlibat sebagai penyelenggara Pemilu.

Sebagai organisasi kader yang berorientasi pada tiga fungsi yaitu kader persyarikatan, kader ummat dan kader bangsa, Pemuda Muhammadiyah perlu mendorong para anggotanya untuk turut berperan aktif dalam mensukseskan Pemilu 2009 sesuai dengan posisinya masing-masing. Tidak ada alasan jika Pemuda Muhammadiyah justru menarik diri dan tidak berkontribusi dalam pesta demokrasi tersebut. Dengan semboyan Fastabiqul khairat, Pemuda Muhammadiyah siap mendarmabaktikan kader-kader terbaiknya untuk peran-peran kebangsaan yang lebih luas.

Saat ini Bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan besar, apakah dengan demokrasi bangsa ini akan menuju kepada kemajuan dan kejayaan, ataukah sebaliknya, demokrasi justru menjerumuskan kita kepada pertikaian dan keterpurukan. Demokrasi sebenarnya hanyalah sebuah cara yang saat ini dianggap paling fair untuk melahirkan kepemimpinan. Tetapi kita sering dihadapkan dengan realitas ketika proses demokrasi ternyata tidak selalu melahirkan kepemimpinan yang baik dan memuaskan rakyat. Demokrasi di Indonesia memang masih hanya sekedar sebuah prosedur, sementara dari segi kualitas masih belum terlalu menjanjikan.

Kepemimpinan yang dilahirkan dalam proses demokrasi yang tidak berkualitas memang tidak memberikan jaminan akan sebuah kepemimpinan yang ideal. Akan tetapi kita tidak boleh berputus asa untuk mencobanya dengan penuh kesabaran. Sebab, kualitas demokrasi akan sangat ditentukan oleh seberapa besar kedewasaan masyarakat yang terlibat. Oleh karena itu Pemuda Muhammadiyah berkewajiban untuk mengawal demokrasi di Indonesia agar semakin dewasa dan lebih berkualitas.

Dalam Islam, kepemimpinan adalah sebuah fardlu khifayah yang harus diupayakan. Bahkan, jika ada dua orang muslim bepergian, diwajibkan untuk menentukan salah satunya menjadi pemimpin. Jadi, tidak salah jika kader Pemuda Muhammadiyah menyiapkan dirinya untuk tampil dalam kepemimpinan. Justru salah jika ada kader Pemuda Muhammadiyah tidak peduli atau lari dari tanggung jawab kepemimpinan. Akan tetapi, kita juga jangan terjebak kepada motifasi kepemimpinan yang salah. Ada dua referensi yang selalu kita jadikan rujukan dalam melihat motifasi kepemimpinan. Yang pertama, model Abu Dzar Al Ghifari yang oleh Rasulullah ditolak saat meminta jabatan, karena Rasulullah tahu Abu Dzar tidak mampu dengan amanah kepemimpinan tersebut. Yang kedua, model Nabi Yusuf yang menawarkan diri untuk menjadi bendaharawan Mesir karena menyadari kemampuannya untuk bisa menyelamatkan Mesir dari paceklik dan kebangkrutan. Dari dua contoh ini, dalam motifasi kepemimpinan harusnya selalu dikembangkan sikap bisa merasa, dan bukan sekedar merasa bisa. Oleh karena itu, dalam Tanwir kali ini kita juga ingin memberikan pesan, baik bagi kader-kader Pemuda Muhammadiyah maupun bagi siapa saja anak bangsa yang ingin tampil dalam kepemimpinan kebangsaan dimanapun dan apapun levelnya, agar menyadari bahwa memimpin adalah berkhidmat untuk rakyat, bukan untuk yang lain.

Sejarah panjang Muhammadiyah telah memberikan banyak contoh figur-figur kepemimpinan yang bisa menjadi teladan kita semua. Selain KHA Dahlan, kita juga bisa melihat figur seperti KH Mas Mansur, Ki Bagus Hadi Kusuma, Jenderal Sudirman, Ir. Djuanda, Buya HAMKA, dan masih banyak sederetan nama lainnya yang telah menunjukkan darmabaktinya tidak hanya bagi Muhammadiyah, tetapi juga bagi ummat dan bangsa. Oleh karena itu Pemuda Muhammadiyah tidak ragu untuk menawarkan kader-kader terbaiknya agar berkhidmat untuk rakyat, bahkan jika perlu untuk tingkat yang tertinggi di Republik ini. Karena Pemuda Muhammadiyah bukan Partai Politik, yang secara prosedural memiliki otoritas untuk mencalonkan pemimpin bangsa, maka Pemuda Muhammadiyah akan mencoba melakukan penjajagan dan berkomunikasi kepada semua pihak yang berkompeten dalam hal ini.

Menghadapi pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Tingkat 1 dan Tingkat 2, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, generasi muda Muhammadiyah, dalam hal ini Pemuda Muhammadiyah harus berani untuk merebutnya. Pemuda Muhammadiyah tidak harus menunggu ’duriah runtuh’ dari partai-partai yang menawarinya untuk menduduki jabatan strategis, namun harus berusaha sekuat tenaga ’merebut’ dengan cara-cara demokratis. Bagi yang aktif di partai politik, silakan untuk berkompetisi secara fair play. Begitu juga bagi yang maju untuk menjadi anggota DPD silakan maju dengan menggunakan potensi Pemuda Muhammadiyah guna meraihnya. Begitu juga bagi kader Pemuda Muhammadiyah yang maju di pilkada atau bahkan nantinya ada yang berani maju di Pilpres 2009, maka Pemuda Muhammadiyah dengan sekuat tenaga juga akan mendukung dan mensukseskannya. Itu semua dilakukan Pemuda Muhammadiyah karena untuk ikut memimpin bangsa ini dan semuanya akan didarmabhaktikan untuk rakyat, sebagaimana tema tanwir kali ini “Memimpin dan Berkhidmat untuk Rakyat” Semoga (*)

Tidak ada komentar: